LPCR.OR.ID – Assalamu’alaikum. Namaku Haidar, seorang atlet pencak silat berusia 15 tahun yang tinggal di Semarang. Nama “Haidar” berarti singa, meskipun aku sering merasa penakut, hehe. Fokusku dalam pencak silat adalah seni tunggal putra, dan bukan laga. Mengapa? Karena itu memang bidangku.
Aku adalah siswa Tapak Suci Putra Muhammadiyah. Sejak kecil, keluargaku sudah terlibat dalam Muhammadiyah. Ayah dan kakekku merupakan pengurus aktif dalam organisasi ini. Ketika aku kelas 2 SD, ayahku mendirikan Tapak Suci cabang Banyumanik, sehingga aku telah berlatih sejak saat itu. Tidak bosan? Tentu tidak, karena sekarang aku merasa bahwa Tapak Suci adalah bakatku, bukan hanya sekadar hobi. Buktinya, aku sudah memenangkan beberapa kejuaraan. Baru-baru ini, aku meraih Juara 2 di POPDA Kota Semarang. Walaupun belum juara satu, masih banyak kesempatan lain, kan? Hehe.
Di awal berdirinya Tapak Suci cabang Banyumanik, hanya ada satu pelatih, yaitu Mas Fahmi, yang kini menjadi pelatih utama. Dia adalah pelatih favoritku. Siswa-siswa Tapak Suci biasanya keluar saat sudah SMP atau SMA karena fokus belajar, tetapi aku tetap bertahan sejak pembukaan pertama hingga sekarang, satu-satunya yang melakukannya.
Karena aku yang paling tua di antara siswa, aku sering ditugasi untuk mengajarkan adik-adik sambil menunggu kedatangan pelatih. Mengajar adik-adik SD adalah tantangan tersendiri karena mereka energetik dan kadang susah diatur. Namun, sebagai siswa Melati 4 yang sebentar lagi akan naik menjadi kader atau pelatih, aku harus siap. Mas Fahmi bilang, aku boleh naik menjadi kader saat kelas 2 SMA agar lebih siap fisik, materi, mental, dan tanggung jawabnya.
Pernah bertanya kepada Mas Fahmi mengapa belum bisa naik kader meskipun sudah mengajar siswa. Jawabannya sederhana; dia ingin aku menjadi kader terbaik, lebih dari yang lain. Aku dipersiapkan untuk menjadi kader yang fokus pada seni Tapak Suci. Sejauh ini, di Semarang belum ada kader seni asli dari kota; ada beberapa, tetapi mereka dari luar.
Banyak yang berharap padaku, termasuk bapak-bapak pendekar di Semarang. Itu tanggung jawab besar, dan aku harus memperdalam ilmu Tapak Suci sekaligus sejarah organisasi Muhammadiyah. Meskipun jalan ini panjang dan berat, aku niatkan sebagai ibadah kepada Allah.
Ketika sudah menjadi pelatih, tujuanku bukanlah mencari uang, tetapi menyebarkan ilmu. Ilmu bermanfaat adalah amal yang tidak terputus, sebagaimana hadis menyebutkan bahwa amal yang terus mengalir setelah meninggal adalah sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak shaleh [HR Muslim No. 1631].
Ini cerita singkat dariku. Masih banyak yang bisa kuceritakan, tapi cukup segini dulu ya. Mohon maaf jika ada kesalahan kata.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.