Dapatkan berita terbaru Cabang Ranting dan Masjid Muhammadiyah di WhatsApp

Q
Logo Lpcr New

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Umat Islam memiliki kewajiban membayar zakat fitri atau zakat fitrah setiap menjelang hari raya Idul Fitri. Maka dalam prakteknya sebagian umat Islam membayar zakat fitrah dengan beras sebanyak 2.5 kg atau 3 liter, dan sebagian lagi membayar dengan uang sejumlah atau senilai beras 2,5 kg.

Sebagian kelompok tertentu berpendapat bahwa pembayaran zakat fitrah harus dilakukan dengan beras, tidak dengan yang lain. Padahal Kemenag, MUI, Baznas dan Muhammadiyah sudah lama memfatwakan bolehnya pembayaran zakat fitri dengan beras atau dengan uang.

Ada setidaknya tiga pendapat ulama tentang membayar zakat fitri dengan uang, seperti dalam tabel berikut :

BolehUlama madzhab Hanafi, al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Sufyan ats-Tsauri.
Tidak bolehMadzhab Maliki, Syafi’i, Hanbali, Ibnul Mundzir.
Boleh jika dipandang lebih maslahat dan diperlukan oleh orang miskin.Ibnu Taimiyyah.

Pendapat Selain Muhammadiyah

Umumnya para ulama Salafi berpendapat bahwa pembayaran zakat fitrah dengan uang tidak boleh dan harus dengan makanan pokok di negeri itu. Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Bin Baz, Syaikh Ibnu al-Utsaimin, Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh Abu Bakar al-Jazairi dan lain sebagainya. Karena perbuatan itu tidak ada dalilnya sama sekali. Akan tetapi dalam hal ini Syaikh al-Albani lebih memilih pendapat Ibnu Taimiyah.

Pendapat Muhammadiyah

Muhammadiyah berpendapat bahwa pembayaran zakat dengan uang di samping dengan beras boleh dengan latar belakang kemudahan dan kemaslahatan. Dengan tetap disalurkan pada delapan golongan yang berhak menerima sebagaimana zakat fitri biasa. Beberapa ulama yang berpendapat sama adalah Hisamuddin ‘Afanah, Syaikh Ali Jum’ah, Syaikh Yusuf al-Qardhawi, dan A. Qadir Hassan.

Syaikh Hasan Abdul Bashir berkata bahwa pokok dalam membayar zakat fitri adalah memudahkan orang kaya dan memberi manfaat lebih bagi orang fakir. Pada masa Nabi –shallallahu ‘alayhi wa sallam– dan para sahabat, makanan pokok berupa biji-bijian itulah yang mudah didapatkan dan akan menggerakkan jual beli dengan adanya pertukaran barang pada masa itu karena minimnya peredaran uang.

Maka pada era Daulah Umawiyah pada masa kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan, mata uang secara resmi beredar maka tidak salah jika Imam Abu Hanifah membolehkan zakat fitrah dengan uang dengan tetap menjaga tujuan utama dari zakat, yaitu membahagiakan orang fakir.

Sumber :

Buku “Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi : Kumpulan Perbandingan Masalah Fikih” ditulis oleh Dr. H. Ali Trigiyatno dan Muhammad Utama Al Faruqi, Lc., M.Pd. diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah di tahun 2023.