LPCR.OR.ID – Kembali dalam program Ramadhan di Kampus UAD, pada ceramah tarawih yang ke-5 hari Selasa (4/3) ini disampaikan oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yaitu Ust. Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag. di Masjid Islamic center UAD Yogyakarta. Hamim mengingatkan pada para jamaah bahwa di bulan Ramadhan al-Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW dan juga nilai guna yang mana itu sebagai hudan atau petunjuk kepada keadaan yang paling baik.
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Artinya:
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (Q.S. Al Isra: 9)
“Al-Qur’an tidak hanya menunjukkan kepada keadaan yang paling baik tetapi juga menunjukkan bagaimana mencapai keadaan yang paling baik itu. Hal itu seperti yang dijelaskan di dalam al-Qur’an yaitu sirath al-mustaqim,” jelasnya.
Makna Sirath al-mustaqim menurut Abu Hilal al-Askari adalah jalan yang jelas lagi mudah. Al-Mustaqim yaitu menuju yang dituju. Pada ayat selanjutnya dalam surat al-Fatihah, yaitu orang yang diberikan an-ni’mah yaitu para Nabi, para shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Hamim sampaikan pengertian shirath al-Mustaqim yaitu jalan yang ditempuh oleh para nabi, shiddiqin dan syuhada untuk mencapai an’amta tidak hanya sekedar kenikmatan tapi juga keadaan baik semua bidang kehidupana yang ditempuh. Hal ini menunjukkan bahwa jika orang Islam berpegang teguh pada al-Qur’an maka kehidupannya akan menuju kepada al-halatul hasanah ataukenikamatan seluruh bidang kehidupan. Tetapi untuk mencapai ahsanal halat itu mesti harus melalui beberapa proses.
“sehingga keadaan baik politik itu adalah kekuasaan untuk kesejahteraan warga negara bukan untuk kekuasaan (kembali) atau kelompok tertentu saja. Ketika presiden membuat kebijakan-kebijakan harus untuk kesejahteraan warga negara,” terangnya.
Hamim mengingatkan banyak peristiwa yang terjadi pada pemerintahan yaitu salah satunya korupsi. Di mana sekarang korupsi terang-terangan melalui aturan hukum yang dilegalkan. Dan mengutip perkataan Busyro Muqoddas bahwa orde baru dulu orang yang korupsi malu-malu, setelah reformasi itu korupsi dengan berjamaah dan khusyuk, semua itu karena akhlaknya kurang baik. dalam hadis disebutkan:
فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Artinya:
“… Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297)
Hamim sampaikan alasan banyak orang Indonesia berburu jabatan, rakus harta dan lainnya. Sebagaimana hadis di atas, karena memiliki sifat wahn maka orang itu seperti buih. Penyakit Wahn itu belum ada solusi untuk menyembuhkannya. Sifat ini berhubungan akhlak, dan akhlahk berbicara tujuan hukum atau orientasi hidup, orang wahn itu tujuan hidupnya sesuai dengan kecintaan dunianya. Dan yang bisa menghilangkan penyakit wahn yaitu dengan membangun akhlak bangsa yang baik. dan nabi SAW sudah memberikan uswah hasanah pada umatnya.
Terakhir, Hamim mengajak para jamaah untuk mengatasi penyakit wahn dengan perspektif akhlak dengan membuat tujuan hidup masyarakat yang baik bukan orientasi pribadi yaitu sukses, kaya dan terkenal. (Fina Dwi)