Dapatkan berita terbaru Cabang Ranting dan Masjid Muhammadiyah di WhatsApp

Q
Logo Lpcr New

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

LPCR.OR.ID – Pelaksanaan Salat Iduladha tahun 1446 oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tirtonirmolo Barat Kasihan Bantul DIY pada 6 Juni 2025 di Halaman Pondok Pemuda Ambarbinangun berlangsung sangat meriah, dihadiri oleh lebih dari dua ribu jamaah yang antusias mengikuti rangkaian salat Iduladha.

“Pemandangan seperti ini sudah biasa, baik salat Idulfitri maupun Salat Iduladha di lokasi ini selalu meriah dengan jamaah yang melimpah,” ujar Sofriyanto, Ketua PRM Tirtonirmolo Barat.

“Yang tidak biasa adalah kepanitiaannya yang baru ini banyak membuat terobosan dalam hal publikasi dan pengelolaan teknis,” tambahnya.

Sofriyanto mencontohkan terobosan yang dilakukan oleh panitia, “Baru pertama kali ini dibagikan gratis buku panduan yang berisi naskah khotbah, sosialisasi kegiatan PRM/PRA, dan iklan produk yang bekerja sama dengan para pelaku usaha sekitar untuk promosi melalui buku tersebut.”

“Kami mengklaim jumlah jamaah di atas 2.000 adalah dari buku panduan yang dicetak sebanyak 2.000 eksemplar, dan bahkan masih banyak yang tidak mendapatkan,” papar Sofriyanto.

“Namun, yang paling penting adalah bahwa Iduladha bukan semata hari raya, melainkan momen meneladani ketundukan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah. Melalui momen ini, mari kita jadikan semangat berkurban sebagai wujud ketaatan, solidaritas, dan kasih sayang antarsesama,” pungkas Sofriyanto dalam sambutannya sebelum salat Iduladha dimulai.

Salat Iduladha tersebut mengundang mantan aktivis Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCIM) Libya, Ustaz Nayif Fairuza. Dalam khotbah yang berjudul “Nilai-nilai Ketakwaan dan Kesalehan Nabi Ibrahim AS”, Nayif menjelaskan pelajaran yang dapat diteladani dari kehidupan Nabi Ibrahim.

“Pelajaran pertama, Nabi Ibrahim mengajarkan pemurnian keimanan kepada Allah, termasuk dengan mengasah logika untuk mengukuhkannya. Kesadaran tauhid ini bahkan sudah dimiliki sejak muda, sebagaimana dikisahkan dalam Surat al-An’am ayat 76-79. Keteguhan iman Nabi Ibrahim tak luntur meski dihukum oleh Raja Namrud dengan dibakar hidup-hidup, namun Allah menyelamatkannya dengan memerintahkan api menjadi dingin.”

Ustaz Nayif, staf pengajar di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, menambahkan, “Pelajaran kedua adalah hubungan yang tidak baik antara Nabi Ibrahim dan ayahnya yang penyembah berhala. Namun, Nabi Ibrahim tetap menghormati dan mendoakan ayahnya, sebagaimana termaktub dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 86 dan Surat Maryam ayat 48.”

“Episode ini mengajarkan kita untuk tetap santun kepada orang tua. Kita diminta oleh Allah menggunakan kata yang mulia (qaulan kariman) dan dilarang membentak mereka. Ini pelajaran penting ketika banyak anak muda melupakan akhlak terhadap orang tua.”

Selanjutnya, Nayif menambahkan, “Pelajaran ketiga, Nabi Ibrahim sangat menghargai anaknya, Nabi Ismail. Dialog keduanya saat diperintah Allah untuk disembelih menggambarkan itu semua. Meski diperintah Allah, Nabi Ibrahim bertanya dulu kepada Nabi Ismail tentang pendapatnya. Sangat demokratis, sebagaimana diceritakan dalam QS Ash- Shaffat ayat 102.”

Ustaz Nayif, alumnus International Islamic Call College Libya, melanjutkan, “Pelajaran keempat, Nabi Ibrahim mencontohkan keikhlasan mengorbankan anak yang dicintainya di jalan Allah.”

“Nabi Ibrahim mengorbankan sesuatu yang kita cintai, seperti harta, dengan ikhlas adalah satu sifat orang bertakwa. Hewan kurban yang disembelih adalah cara kita meneladani Nabi Ibrahim sebagaimana dalam Surat Ash-Shaffat ayat 102.” lanjut Nayif.

“Pelajaran kelima, Nabi Ibrahim sangat peduli dengan masa depan keturunannya, baik dari segi keimanan maupun kesejahteraan dengan selalu memanjatkan doa dalam Surat Al-Baqarah ayat 126,” pungkas Nayif.