Terdapat berbagai penyebutan cadar mulai dari jilbab, hijab, khumur, syailah, burqa, niqab, abaya, chador (cadar), pardeh (purdah), makromah, hingga charsaf. Nama-nama itu merupakan bentuk ungkapan kebahasaan dan cara pemakaian jilbab yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia. Berdasar asal dan cara pemakaiannya, bisa diperhatikan dalam tabel berikut :
Nama | Asal | Cara Pemakaian |
Chador / Cadar | Iran | Menutup seluruh tubuh kecuali kedua mata. |
Abaya | Irak | Kain kerudung besar yang menjulur menutup kepala, dada, dan sebagian besar badan. |
Pardeh / Purdah | India | Serupa dengan abaya. |
Charsaf | Turki dan wilayah Balkan lainnya | Pakaian besar yang menutup kepala dan badan yang dibalut dengan jaket panjang besar. |
Hijab | Mesir, Yaman, Sudan, wilayah-wilayah muslim di Afrika. | Seperti pakaian-pakaian serupa yang telah disebutkan. |
Khumur / Khimar | Indonesia | Kain penutup kepala saja yang populer pada tahun 1970-1980-an dan biasa disebut makromah. |
Syailah | Kain yang digunakan menutup sebagian badan bagian atas yang biasa disamakan dengan khimar / khumur. |
Sedangkan Aisyiyah sejak berdirinya pada tahun 1917 telah menuntunkan dan membudayakan budaya muslimah dengan memakai kerudung penutup kepala dan dada tanpa penutup wajah.
Menurut para ulama madzhab fikih, terdapat beberapa pendapat dalam menyikapi batas aurat wanita termasuk dengan kewajibannya dalam menutup auratnya itu. Bisa diperhatikan dalam tabel berikut :
Madzhab | Pendapat |
Hanafi | Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta luar. Memakai cadar hukumnya sunnah. |
Maliki | Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah. Memakai cadar hukumnya sunnah dan menjadi wajib jika dikahwatirkan menimbulkan bahaya. |
Syafi’i | Aurat wanita di depan pria bukan mahram adalah seluruh tubuh. Memakai cadar hukumnya wajib. |
Hanbali | Seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kuku. Maka cadar hukumnya wajib. |
Pendapat Selain Muhammadiyah
Ada setidaknya dua pendapat para ulama tentang cadar, yaitu :
Wajib | Tidak Wajib |
Syaikh Muhammad asy-Syinqithi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al-Jarullah, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Musthafa al-Adawi dan para ulama lainnya. | Syaikh Nashiruddin al-Albani. |
Sebab : Menjaga kemaluan hukumnya wajib, sedangkan menutup wajah termasuk sarana untuk menjaga kemaluan maka hukumnya wajib.Perintah Allah dan Rasul-Nya kepada wanita untuk berhijab (menutup diri juga perhiasan) dan berjilbab, termasuk wajah.Ijma’ / kesepakatan sahabat dan ulama.Qiyas. Jika wanita diwajibkan menutup telapak kaki, leher, dan lainnya karena khawatir menimbulkan godaan, maka wajah lebih utama.Kebiasaan para wanita sahabat. | Sebab : Sikap berlebih-lebihan dalam urusan wajah wanita itu tidak mungkin bisa mencetak generasi wanita di tiap-tiap negerinya yang mampu mengemban tugas kewajiban mereka. |
Pendapat Muhammadiyah
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah melihat bahwa tidak adanya dalil atau nash yang secara khusus memerintahkan bahwa seorang wanita muslimah harus memakai cadar dihadapan orang yang bukan mahramnya sehingga tidak diwajibkan seorang wanita untuk memakai cadar ketika keluar dan beraktivitas rumah. Disisi lain, Majelis Tarjih juga tidak melarang seorang muslimah untuk bercadar. Hukum cadar telah dicantumkan pembahasannya dalam buku Tanya Jawab Agama Islam yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Jilid 4, halaman 238, Bab Sekitar Masalah Wanita.
Dengan memperhatikan beberapa dalil dari Al Quran dan Hadits berikut :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya…” QS an-Nur ayat 31.
Pada bagian ayat “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”. Ayat ini menurut penafsiran jumhur ulama, bahwa yang boleh nampak dari perempuan kedua tangan dan wajahnya sebagaimana pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar –radhiyallahu ‘anhuma-.
Sumber : Buku “Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi : Kumpulan Perbandingan Masalah Fikih” ditulis oleh Dr. H. Ali Trigiyatno dan Muhammad Utama Al Faruqi, Lc., M.Pd. diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah di tahun 2023.