Yogyakarta, 25 April 2025 — Nasyiatul Aisyiyah DIY resmi membuka episode perdana SECARA (Sekolah Cabang Ranting) pada Jumat, 25 April 2025, dengan tema reflektif dan mendalam: “Menghidupkan Kembali Nilai-nilai Kenabian, Memperkuat Komitmen Kader Nasyiah.” Sesi ini menghadirkan pembicara utama Abidah Muflihati, S.Th.I., M.Si., mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) dan kini menjabat sebagai Ketua Majelis Kesejahteraan Sosial Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
Mengawali Gerakan Pendidikan Cabang dan Ranting
Acara dibuka dengan suasana hangat dan penuh semangat kebersamaan. Moderator menyambut para peserta dengan doa dan refleksi singkat, memperkenalkan SECARA sebagai ruang belajar berkelanjutan bagi kader Nasyiah untuk memperkuat kapasitas organisasi, spiritualitas, dan komitmen sosialnya. SECARA dirancang menjadi rangkaian edukatif dengan berbagai tema strategis, dan setiap peserta berkesempatan mendapatkan manfaat pembelajaran sekaligus sertifikat partisipasi.
Misi Nasyiatul Aisyiyah dan Nilai-Nilai Kenabian
Dalam pengantar acara, disampaikan bahwa misi utama Nasyiatul Aisyiyah berakar pada nilai-nilai kenabian yang bersumber dari QS. Ali Imran ayat 110:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”
Ayat tersebut menjadi landasan teologis bagi setiap kader untuk berperan sebagai ummatan khaira ummah umat terbaik yang membawa manfaat bagi masyarakat, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Kegiatan ini juga diwarnai dengan seruan solidaritas untuk Palestina, sebagai bentuk kepedulian global Nasyiatul Aisyiyah terhadap isu kemanusiaan.
Abidah Muflihati: Merawat Spirit Kenabian dalam Gerakan Nasyiah
Dalam sesi utama, Yunda Abidah membuka dengan refleksi historis mengenai bagaimana nilai-nilai kenabian menjadi fondasi gerakan Nasyiatul Aisyiyah sejak 2012. Ia mengingat masa ketika “nilai kenabian” mulai diperkenalkan dan menjadi ruh gerakan perempuan muda Muhammadiyah. Menurutnya, nilai-nilai kenabian bukan sekadar slogan spiritual, tetapi arah gerak sosial yang mengandung tiga pilar utama sebagaimana dijelaskan oleh Kuntowijoyo: humanisasi, pembebasan, dan transendensi.
Abidah menegaskan bahwa menjadi umat terbaik berarti memenuhi tiga syarat utama:
- Amar ma’ruf (humanisasi) — memperlakukan manusia dengan martabat dan kasih sayang tanpa diskriminasi.
- Nahi mungkar (pembebasan) — membebaskan manusia dari ketidakadilan dan penindasan struktural.
- Iman kepada Allah (transendensi) — menjadikan keimanan sebagai sumber kekuatan moral dan sosial.
Humanisasi dan Pembebasan: Esensi dari Nahi Mungkar
Abidah kemudian menafsirkan nahi mungkar sebagai tindakan pembebasan. Ia mengutip pemikiran Muslim Abdurrahman tentang “kemungkaran sosial,” yaitu ketidakadilan yang dilakukan oleh sistem atau struktur kekuasaan. “Pembebasan tidak cukup hanya dengan melarang yang salah,” ujarnya. “Ia harus aktif menghapus ketimpangan dan menegakkan keadilan.”
Ia juga menyinggung kisah seorang perempuan dari Gamit yang datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk mencari penyucian atas dosanya. Dalam kisah tersebut, Nabi menunjukkan kasih sayang dan empati yang mendalam, menunda hukuman demi memastikan keselamatan anak yang dikandung. Kisah itu, kata Abidah, adalah cermin dari pendekatan kenabian yang berkeadilan dan manusiawi nilai yang seharusnya dihidupkan dalam kerja-kerja sosial Nasyiatul Aisyiyah.
Komitmen Kader: Menerjemahkan Nilai ke dalam Gerak Nyata
Selanjutnya, Abidah memetakan tujuh orientasi pengembangan kader dan sepuluh komitmen kader Nasyiah ke dalam tiga nilai kenabian. Ia menantang peserta untuk melakukan refleksi diri: nilai apa yang paling menonjol dalam diri masing-masing; humanisasi, pembebasan, atau transendensi dan di mana perlu dilakukan penyeimbangan.
Abidah juga menekankan bahwa implementasi nilai kenabian tidak selalu mudah. “Advokasi dan pemberdayaan sosial sering kali lebih berat dari sekadar memberi sumbangan finansial. Tapi di situlah jihad sosial Nasyiah diuji,” ungkapnya. Ia mencontohkan aksi nyata kader di Jawa Timur yang memperjuangkan hak pendidikan anak positif HIV. “Inilah wajah Nasyiah yang sesungguhnya yang memanusiakan manusia,” katanya.
Menggugah Generasi Z: Dari Wi-Fi ke Wawasan Iman
Dalam sesi tanya jawab, muncul pertanyaan menarik tentang bagaimana menarik minat Generasi Z agar mau datang ke masjid. Dengan gaya santai, Abidah menjawab, “Pasang Wi-Fi di masjid, karena itu daya tarik anak muda hari ini.” Namun ia menegaskan bahwa fasilitas hanyalah pintu masuk. Yang lebih penting adalah program yang kreatif, relevan, dan membumi seperti glamping dakwah atau kegiatan sosial bernuansa fun namun bermakna.
Penutup: Mewujudkan Islam Kenabian dalam Kehidupan Nyata
Menutup sesi, Abidah menyerukan pentingnya memasukkan Islam kenabian ke dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan kader, agar nilai-nilai itu benar-benar hidup dalam keseharian, bukan hanya teori. Ia juga mendorong setiap cabang dan ranting untuk menjalin kemitraan dengan panti asuhan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dalam memberikan pendampingan sosial.
“Menghidupkan nilai kenabian berarti memastikan tidak ada satupun manusia yang ditinggalkan dari kasih sayang dan keadilan,” tutup Abidah dengan penuh haru.
Episode pertama SECARA Nasyiah DIY pun berakhir dengan semangat baru menginspirasi setiap kader untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam kerja-kerja kemanusiaan dan sosial di zaman modern.
Simak SECARA Episode 1 di sini: