Dapatkan berita terbaru Cabang, Ranting dan Masjid Muhammadiyah di WhatsApp

Q
Logo Lpcr New

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Oleh: Muhammad Zulfi Ifani*

LPCR.OR.ID – Sejak pertama kali penyelenggaraan di tahun 2017, di tahun 2025 ini Cabang Ranting Masjid (CRM) Award & Expo telah masuk ke penyelenggaraan tahun ke-6. Sempat ada jeda beberapa tahun, dikarenakan pandemi Covid dan juga bertepatan dengan tahun Muktamar 2022. Event ini merupakan rutinitas tahunan dari Lembaga Pengembangan Cabang Ranting & Pembinaan Masjid (LPCRPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Merujuk pada pernyataan Ketua LPCRPM PP Muhammadiyah, Jamaluddin Ahmad, CRM Award meskipun bentuknya lomba. Substansinya bukanlah lomba semata, melainkan ajang untuk belajar bersama – melihat perkembangan dan tiru meniru dalam kebaikan antar Cabang Ranting & Masjid unggulan se-Indonesia. Fastabiqul Khairat kira-kira ringkasnya.

Saya sendiri beruntung bisa hadir di 6 berkesempatan CRM Award, dalam kapasitas sebagai Anggota LPCRPM PP. Mulai dari edisi pertama tahun 2017 di Babat Lamongan, hingga tahun 2025 di Banjarmasin. Ada banyak pelajaran yang saya coba simpulkan, mungkin subyektif, tapi saya berharap dapat menjadi pelajaran berharga untuk para aktivis penggerakan cabang ranting & masjid dimanapun berada.

Pertama, bahwa secara gerakan, Muhammadiyah idealnya berbentuk piramida. Dari yang paling bawah Pimpinan Ranting sampai paling atas Pimpinan Pusat. Piramida yang kokoh meniscayakan pondasi yang kokoh pula. Semakin lebar tapaknya, semakin kokoh bangunannya. Muhammadiyah secara de jure memang berada di pusat, tapi secara de facto hakikat gerakan adanya di Cabang Ranting & Masjid. Ketiga pilar ini adalah garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat beserta segala macam problematikanya. Bila cabang ranting & masjid mati gerakannya, hakikatnya gerakan Muhammadiyah pun sudah mati – sekalipun gedung-gedungnya masih berdiri kokoh.

Kedua, ibarat burung yang terbang. Kedua sayapnya harus dikepakkan, kedua sayap itu adalah sayap rapat dan sayap pengajian. Rapat rutin adalah sarana konsolidasi untuk pimpinan. Sedangkan, pengajian rutin adalah sarana konsolidasi untuk menjaga jamaah. Tanpa adanya 2 hal ini, niscaya burung pun akan jatuh. Tanpa adanya kedua sayap yang sehat, Muhammadiyah tak akan pernah terbang kemana-mana. Ekstrimnya ada anekdot yang sangat populer di kalangan kader Muhammadiyah, “Sekalipun besok kiamat, hari ini harus tetap rapat!”.

Ketiga, saya melihat langsung, bahwa CRM unggulan, dihadirkan oleh Para Pimpinan yang sepenuh hati mewakafkan harta, jiwa & raganya. Sekalipun Muhammadiyah adalah aktivitas kerelawanan, yang sifatnya paruh waktu. Saya melihat sendiri, CRM unggulan tidak pernah lahir bila digarap secara “paruh waktu”. Di tengah dunia yang makin “industrialis”, “kapitalis” dan “materialistis”, bagi saya masih tidak masuk akal melihat para pimpinan CRM unggulan menghabiskan hidupnya untuk mengurus Muhammadiyah. Akal logis saya masih sering bertanya, “Bagaimana nafkah keluarganya? Bagaimana waktu untuk anak & istrinya? Bagaimana kesehatan mental bilamana Senin – Jumat kerja, sedangkan Sabtu – Ahad dihabiskan untuk mengurus persyarikatan? Dan bagaimana-bagaimana lainnya. Tapi nyatanya, para pejuang dan penggerak CRM unggulan ini benar-benar menghabiskan waktu, jiwa, raga & harta-nya untuk persyarikatan. Lemah teles, Semoga Gusti ALLAH sing mbales.

Keempat, kemajuan dan kepemilikan aset ekonomi (dalam hal ini AUM & BUMM) adalah leverage, yaitu faktor pengungkit percepatan kemajuan. Kondisi ekonomi memang bukanlah segalanya, tapi tanpa ekonomi yang kokoh, akan banyak kegiatan persyarikatan yang macet tanpa pendanaan. Hampir semua CRM unggulan menggunakan kekuatan ekonominya yang bagus dengan sebaik-baiknya. Perkaderan dibuat dengan eksklusif dan rutin, syiar dakwah publikasi meski hanya level CRM tapi dipublish dengan skala nasional, roda organisasi juga modern dengan sistem komputerisasi dan sentralisasi, ada juga yang menyediakan masjid rasa hotel dan begitu banyak kemajuan lainnya di level akar rumput. Kesemuanya ditopang oleh kekuatan ekonomi CRM yang baik.

Kelima, anak muda sebagai akselerator. CRM yang maju, saya lihat hampir semuanya didukung oleh anak-anak muda yang maju juga. Pimpinan senior harus merelakan sebagian tugas dan wewenangnya didelegasikan, sebaliknya pimpinan junior harus mau juga turun ke lapangan – berkotor-kotor ria – melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis. Kesemuanya saling bahu membahu menciptakan CRM yang unggul. LPCRPM sendiri, bahkan memiliki patokan CRM unggulan harus dipimpin oleh setidaknya 30% generasi muda.

Saya lalu teringat tulisan Muhammad Fuad (2002), “Civil society in Indonesia: The potential and limits of Muhammadiyah”. Ia berpendapat bahwa, “Di Muhammadiyah, hujan dari atas hampir tidak pernah turun. Yang sering ditemukan adalah mata air yang mengalir dari bawah.” Artinya, CRM jangan selalu menunggu arahan instruksi apalagi pendanaan dari atas, CRM harus bisa mandiri dan menciptakan mata airnya sendiri untuk menjadi unggul.

Wal akhir, merujuk seorang guru bisnis saya. Kata dia, ilmu yang paling mahal di dunia ini adalah Ilmu ATM (Amati – Tiru – Modifikasi). Tapi ATM-nya juga harus benar! Darimana kita bisa ATM kalau tidak punya referensinya? Di event CRM Award inilah kita bisa menemukan banyak referensi CRM unggulan.

Pimpinan Cabang, Pimpinan Ranting atau Takmir Masjid, ayo berpartisipasi di CRM Award tahun depan! Kita belajar bareng-bareng.

* Anggota LPCRPM PP Muhammadiyah / Mahasiswa Doktor Kepemimpinan & Inovasi Kebijakan UGM

Bagikan