Dapatkan berita terbaru Cabang Ranting dan Masjid Muhammadiyah di WhatsApp

Q
Logo Lpcr New

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Sejarah LPCR PP Muhammadiyah

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tugas dan tantangan baru yang makin berat, bukan hanya karena makin kompleksnya perkembangan masyarakat yang menuntut berbagai penyesuaian, namun juga kemunculan banyak organisasi Islam baru yang mengharuskan Muhammadiyah memperbarui strategi dakwah dan perjuangannya. Salah satu tantangan tersebut adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat akar rumput melalui pengembangan Cabang dan Ranting. 

Secara hirarkhi keorganisasian, Cabang dan Ranting adalah level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat dari logika garis wewenang dimana pimpinan Cabang dan Ranting sekedar pihak yang menunggu dan menjalankan perintah pimpinan yang di atasnya.

Padahal sebenarnya Cabang dan Ranting justru memainkan peran ujung tombak dalam kinerja Persyarikatan Muhammadiyah:

Ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi.

Ujung tombak dalam menjalankan dakwah keagamaan.

Ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi lain.

Duta persyarikatan di masyarakat. 

Ujung tombak dalam membela kepentingan umat. 

Kondisi Aktual Cabang Dan Ranting secara kuantitas, jumlah Cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah masih terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia, baru 3.221 yang memiliki Cabang Muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara di tingkat Ranting kondisinya lebih parah, karena baru ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari 62.806 jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas organisatorisnya. Secara kualitas, meskipun jika dibanding dengan beberapa ormas Islam yang lain Muhammadiyah jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga Muhammadiyah sendiri.

Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih banyak Cabang dan Ranting yang belum memiliki kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan tertib organisasi, dalam hal adiministrasi, keuangan, maupun kegiatan.
Kedua, belum adanya tertib organisasi menyebabkan kepengurusan Cabang dan Ranting rentan konflik internal, terutama terkait dengan pengelolaan amal usaha.
Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan menunggu instruksi dari atas.
Keempat, kondisi di atas diperparah oleh fakta bahwa SDM pimpinan Cabang dan Ranting masih banyak didominasi oleh kalangan usia lanjut.
Kelima, akibatnya Cabang dan Ranting Muhammadiyah cenderung monoton dalam mengadakan kegiatan, serta kurang mampu merespon perkembangan dan tuntutan lokalitas.
Keenam, kondisi di atas akhirnya membuat organisasi di tingkat Cabang dan Ranting memiliki daya saing yang rendah dibanding organisasi Islam baru yang banyak bermunculan, yang telah banyak “mengambil alih” jamaah maupun amal usaha Muhammadiyah.

Amanat Muktamar 46 Tentang Revitalisasi Cabang dan Ranting Kondisi aktual Cabang dan Ranting telah menimbulkan keprihatinan di lingkungan pimpinan dan warga Persyarikatan. Muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang Jawa Timur menetapkan revitalisasi Cabang dan Ranting sebagai salah satu prioritas Program Konsolidasi Organisasi. Komitmen ini dilanjutkan lagi pada Muktamar ke 46 tahun 2010 di Yogyakarta, untuk melakukan pengembangan Cabang dan Ranting secara kuantitatif—terbentuknya PCM di 70% jumlah kecamatan, dan terbentuknya PRM di 40% jumlah desa; dan juga secara kualitatif dengan menghidupkan kepengurusan Cabang dan Ranting yang mati, serta mengaktifkan Cabang dan Ranting yang belum aktif.
Untuk tujuan di atas, Muktamar ke 46 mengamanatkan pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR). Sebenarnya tugas pembinaan Cabang dan Ranting adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah. Namun karena sedemikian urgennya pembinaan Cabang dan Ranting maka dibentuklah sebuah lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan bahkan mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat Wilayah dan Daerah.