Muhammadiyah, organisasi Islam yang telah berusia lebih dari seabad, terus bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Upaya Muhammadiyah untuk selalu menjadi pembaharu di era modern ini adalah dengan digitalisasi, salah satunya dengan ikhtiar LPCRPM PP Muhammadiyah membangun SICARA (Sistem Informasi Cabang Ranting) yang mewadahi data organisasi, pengurus, karakteristik cabang ranting, dan lain-lain. Dengan adanya SICARA, ternyata ada banyak hal yang terungkap dari profil Muhammadiyah. Salah satunya yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu tentang rentang usia pimpinan Muhammadiyah.
Komposisi Demografi Pengurus Muhammadiyah
Data SICARA menunjukkan temuan yang perlu mendapat perhatian serius:
- 72,9% pengurus di tingkat Cabang berusia lebih dari 45 tahun (data dari 662 PCM se-Indonesia)
- 69,9% pengurus di tingkat Ranting berada pada rentang usia di atas 45 tahun (data dari 1037 PRM se-Indonesia)
Komposisi ini menunjukkan bahwa hampir tiga perempat pengurus Muhammadiyah di tingkat akar rumput didominasi oleh generasi senior. Angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan refleksi dari struktur kepemimpinan organisasi yang perlu dievaluasi dalam konteks tantangan kontemporer.
Kekuatan Kepemimpinan Senior dalam Organisasi
Pengurus berusia di atas 45 tahun memiliki sejumlah keunggulan yang telah terbukti menjadi aset organisasi:
1. Pengalaman dan Kebijaksanaan Organisasional Pengurus senior telah melewati berbagai fase perkembangan organisasi, menghadapi dinamika internal dan eksternal, serta memiliki pemahaman mendalam tentang mekanisme pengelolaan organisasi. Pengalaman puluhan tahun ini menjadi modal penting dalam pengambilan keputusan strategis.
2. Modal Sosial dan Jejaring Luas Generasi senior memiliki koneksi dan relasi yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Jaringan ini mencakup akses ke berbagai stakeholder, tokoh kunci, dan pengambil keputusan yang relevan dengan kepentingan organisasi.
3. Komitmen dan Dedikasi Terhadap Organisasi Track record pengabdian generasi senior menunjukkan konsistensi dan loyalitas tinggi terhadap organisasi, terlepas dari tantangan yang dihadapi.
4. Pemahaman Ideologis yang Mendalam Pengurus senior memiliki internalisasi nilai-nilai fundamental Muhammadiyah yang diwariskan oleh pendirinya, KH Ahmad Dahlan, yang menjadi landasan penting dalam menjaga identitas organisasi.
Tantangan Transformasi Digital dalam Konteks Demografi Organisasi
Namun, komposisi demografi tersebut menghadirkan tantangan signifikan dalam konteks modernisasi organisasi. Sejak Muktamar ke-48, Muhammadiyah secara formal telah mengarahkan transformasi melalui digitalisasi. Implementasi agenda ini memerlukan kapasitas spesifik yang umumnya dimiliki oleh generasi muda.
Generasi muda, sebagai digital natives, memiliki sejumlah keunggulan komparatif:
- Adaptabilitas teknologi yang lebih tinggi terhadap inovasi digital
- Penguasaan platform digital yang lebih cepat dan intuitif
- Kemampuan komunikasi melalui media sosial dan kanal digital untuk keperluan dakwah
- Pemahaman tren kontemporer dan dinamika sosial-budaya masa kini
- Orientasi inovatif dalam pengembangan pendekatan dan strategi baru
Agenda digitalisasi Muhammadiyah memerlukan sumber daya manusia yang tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mampu mengeksekusi implementasi teknis. Dalam hal ini, generasi muda memiliki keunggulan yang perlu dioptimalkan.
Model Kolaborasi Antargenerasi sebagai Solusi Strategis
Menghadapi realitas demografi dan tuntutan transformasi digital, model kolaborasi antargenerasi menjadi solusi yang paling logis. Integrasi kekuatan generasi senior dan generasi muda diharapkan mampu menciptakan sinergi yang optimal.
Struktur kepemimpinan di tingkat Cabang dan Ranting perlu melakukan reposisi strategis dengan menempatkan generasi muda dalam posisi substantif, bukan hanya simbolik. Beberapa area strategis yang perlu dioptimalkan:
- Partisipasi dalam Proses Pengambilan Keputusan Melibatkan generasi muda dalam forum-forum strategis organisasi, memberikan kepercayaan untuk memimpin unit atau bidang tertentu yang sesuai dengan kompetensi mereka.
- Kepemimpinan Transformasi Digital Mendelegasikan tanggung jawab digitalisasi, pengelolaan media sosial, dan inovasi teknologi kepada generasi muda yang memiliki kompetensi teknis lebih memadai.
- Fungsi Mediasi Antargenerasi Memanfaatkan generasi muda sebagai jembatan komunikasi antara pengurus senior dengan segmen milenial dan Gen Z yang menjadi target strategis dakwah organisasi.
- Transfer Pengetahuan Dua Arah Membangun mekanisme pembelajaran mutual di mana generasi muda dapat mengadopsi pengalaman dan kebijaksanaan senior, sementara senior dapat mengasimilasi perspektif dan kompetensi baru dari generasi muda.
Strategi Regenerasi Terstruktur
Proses regenerasi organisasi memerlukan pendekatan sistematis dan terencana, bukan perubahan mendadak. Beberapa strategi yang dapat diimplementasikan:
- Program Mentoring Terstruktur: Membangun sistem pembimbingan di mana pengurus senior mentransfer pengetahuan dan pengalaman kepada kader muda secara langsung
- Rotasi Kepemimpinan: Memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk menduduki berbagai posisi strategis sebagai bagian dari pengembangan kapasitas
- Model Kepemimpinan Ganda: Mengintegrasikan pimpinan senior dengan wakil dari generasi muda dalam struktur kepemimpinan untuk memastikan representasi kedua generasi
- Pelatihan Kompetensi Digital: Menyelenggarakan program capacity building digital untuk seluruh generasi guna mengurangi kesenjangan kompetensi teknologi
- Forum Pemuda: Membentuk wadah khusus untuk mengartikulasikan aspirasi dan menginkubasi ide-ide inovatif dari generasi muda
Menuju Muhammadiyah yang Inklusif Antargenerasi
Muhammadiyah sebagai organisasi lintas generasi perlu mempertahankan relevansinya di berbagai periode. Data mengenai komposisi usia pengurus (72,9% di tingkat Cabang dan 69,9% di tingkat Ranting) bukan dimaksudkan sebagai kritik, melainkan sebagai basis evaluasi strategis: urgensi untuk membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi generasi muda.
Pengurus senior dengan modal pengalaman dan jejaring tetap menjadi aset vital organisasi. Namun, generasi muda dengan kapasitas digital dan pemahaman terhadap dinamika kontemporer juga memiliki peran strategis yang tidak dapat diabaikan. Kolaborasi antara kedua generasi ini akan menghasilkan organisasi yang lebih resilient dan adaptif terhadap tantangan masa depan.
Keberlanjutan Muhammadiyah tidak hanya ditentukan oleh kondisi saat ini, tetapi oleh kemampuan organisasi dalam secara lincah dan strategis mempersiapkan kepemimpinan untuk dekade-dekade mendatang. Inklusivitas antargenerasi menjadi prasyarat penting untuk mencapai tujuan tersebut. (AAK)
