Dapatkan berita terbaru Cabang Ranting dan Masjid Muhammadiyah di WhatsApp

Q
Logo Lpcr New

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Hukum Foto dan Gambar Menurut Muhammadiyah

Para ahli fiqih klasik berpendapat bahwa gambar makhluk bernyawa adalah haram sedangkan gambar makhluk tak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan hukumnya mubah. Akan tetapi terdapat beberapa pendapat ulama klasik :

Madzhab / UlamaPendapat Hukum
Madzhab Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Sufyan at-Tsauri.Menggambar hewan hukumnya haram, sedangkan selainnya tidak.
Ibnu Arabi, al-Mubarakfuri, az-Zuhri, dan Ibnu Abdil Barr.Menggambar yang memiliki bayangan adalah haram.
Ibnu Hajar dan al-Qadhi Iyadh.Gambar dan boneka untuk mainan anak-anak mubah.

Pendapat Selain Muhammadiyah

UlamaPenjelasan
Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal IftaSemua gambar atau foto haram.
Syaikh al-Utsaimin, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh dan Abdul Muhsin al-Abbad.Gambar haram, foto masih boleh.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Abdul Aziz bin Baz, al-Albani dan selainnya.Foto boleh untuk kepentingan darurat. Seperti foto SIM, KTP dan lain sebagainya.
Syaikh Muqbil al-Wadi’iFoto boleh, tetapi dosanya ditanggung pemerintah.

Pendapat Muhammadiyah

Dengan memahami dalil-dalil larangan gambar dengan utuh dan mencari illat dari larangan-larangan itu, Muhammadiyah menjelaskan :

Bahwa gambar dan patung hukumnya berkisar pada 3 illat, yaitu : (1) untuk disembah, hukumnya haram, (2) untuk sarana pengajaran, hukumnya mubah, (3) untuk perhiasan, ada dua hukum : mubah ketika tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah, dan jika menimbulkan fitnah pada kemaksiatan maka hukumnya makruh dan jika kepada kesyirikan maka hukumnya haram.

Fitnah sendiri memiliki dua makna, yaitu : (1) aib atau noda, (2) kemaksiatan hingga kedurhakaan atau kesalahan fatal. Maka perlu diperhatikan bahwa fitnah yang dimaksud adalah maksiat yang bermakna ringan sebatas kesalahan seperti menggambar tokoh nasional untuk mengejeknya. Perlu diperhatikan pula bahwa perbuatan kesalahan yang terus dilakukan akan mengarah pada kemaksiatan yang lebih berat dan menjadi dosa besar.

Muhammadiyah dalam menentukan hukum melihat dalil-dalil terkait dengan pemahaman yang utuh dan pencarian illat, juga dengan melihat maksud dan tujuan serta dampak dari adanya gambar. Maka larangan atau hukum haramnya gambar tidak bisa diterapkan dengan mutlak tanpa memandang kondisi di era sekarang dan kebutuhan yang ada.

Sumber : Buku “Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi : Kumpulan Perbandingan Masalah Fikih” ditulis oleh Dr. H. Ali Trigiyatno dan Muhammad Utama Al Faruqi, Lc., M.Pd. diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah di tahun 2023.