Sebagian kalangan masyarakat memandang adanya organisasi-organisasi Islam seperti Muhammadiyah merupakan hal baru dalam beragama, meniru orang-orang non-Muslim dan hal yang tidak perlu ada, bahkan selayaknya ditiadakan.
Dalam anggapan sebagian orang, di masa Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dahulu tidak ada organisasi seperti Muhammadiyah dan semisalnya, dan sebagai muslim yang mengharap masuk surga harus mencontoh kehidupan di zaman nabi atau yang biasa dikenal sebagai era salaf. Maka, benarkah organisasi tidak ada sama sekali di masa Nabi ?
Apa Itu Organisasi ?
Organisasi secara bahasa dari kata “organ” dan “isasi”. Sehingga organisasi dimaknai sebagai sebuah proses atau usaha untuk menjadikan sekelompok orang bergerak seperti organ tubuh, dimana ada yang menjadi pusat koordinasi sehingga anggota tubuh lain bergerak dengan terkoordinir, dan ada saling interaksi satu sama lain dalam anggota tubuh itu. Sehingga dalam prakteknya, terdapat kegiatan perencanaan, distribusi tugas, pelaksanaan dan evaluasi dalam organisasi.
Organisasi merupakan hal umum dalam masyarakat, baik yang berupa lembaga dengan identitas tertentu, atau aktifitas seperti pembagian tugas dan perencanaan agar aktifitas sekelompok orang tersebut terorganisir dengan baik dalam mewujudkan tujuan yang sama. Itu biasa ditemui dalam negara, organisasi kemiliteran, organisasi kepolisian, organisasi pemerintahan, hingga yayasan dan takmir masjid.
Distribusi Tugas di Masa Nabi
Di masa Nabi, terlebih dalam periode Madinah, organisasi sebagai kegiatan tampak dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti penulisan surat kepada para Raja dan peperangan. Kegiatan organisasi menjadi lebih tampak lagi di era Khulafaur Rasyidin dan era Daulah Umawiyah dan Daulah Abbasiyah dimana sudah terbentuk sistem administrasi berupa pendataan yang lebih rapi dan identitas berupa bendera dan semisalnya.
Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– memilih beberapa sahabat yang memiliki memori kuat seperti Abdullah bin Mas’ud untuk menghafal dan mengajarkan Al-Qur’an, dan sebagian sahabat yang mampu baca tulis seperti Ali bin Abi Thalib untuk menulis surat kepada para raja, dan menugaskan beberapa sahabat lainnya untuk menjadi kurir.
Dalam peperangan, ditunjuk beberapa para sahabat yang ahli dalam strategi perang untuk menyusun strategi seperti Khalid bin Walid setelah masuk Islam, para donatur seperti Ustman bin Affan selalu bersedia untuk memberikan bantuan. Dalam keseharian, Bilal bin Rabah ditunjuk sebagai muadzin tetap Masjid Nabawi masa itu. Serta rapat-rapat dengan para pembesar dalam masyarakat Madinah yang diadakan di masjid tersebut.
Sehingga bisa dipahami bahwa di masa itu organisasi sebagai kegiatan sudah ada, dan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagai pimpinan tertingginya.
Organisasi Menjadikan Dakwah Lebih Mudah
Tren munculnya banyak organisasi Islam dimulai pada sekitar tahun 1900-an yang ditandai dengan munculnya banyak organisasi dan perkumpulan seperti Jami’at Khair, Muhammadiyah, dan lain-lain sebagai upaya pencerahan dan pencerdasan umat Islam di Hindia Belanda kala itu. Didasari oleh kesadaran nasional untuk berserikat dan bekerja sama satu sama lain untuk melawan kolonialisme dan semangat gotong royong yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Apakah Organisasi Islam di Indonesia Menyebabkan Perpecahan ?
Keberadaan organisasi Islam di tanah air yang berupa lembaga dengan identitas dan ciri khas masing-masing seringkali dinilai memecah persatuan umat dan bangsa. Pada kenyataannya, justru dengan adanya identitas dan ciri khas itu, organisasi dan kelompok Islam beridentitas jelas bisa saling menjalin komunikasi dengan baik, saling mengunjungi, dan saling bekerja sama satu sama lain untuk mewujudkan maslahat bersama.
Berorganisasi Islam merupakan metode modern untuk berdakwah dan mewujudkan kemaslahatan bersama. Dengan organisasi pula, banyak permasalahan yang rumit bisa diselesaikan dengan cara yang tepat dan lebih mudah dengan keterlibatan para pakar di bidangnya dalam organisasi tersebut.