Kemajuan teknologi informasi selalu membawa banyak sisi baik sekaligus sisi kurang baik. Kemajuan ilmu pengetahuan dengan mudahnya akses informasi merupakan salah satu sisi baik yang merupakan dampak yang paling mudah ditemukan. Di sisi lain secara lebih spesifik, kemudahan akses informasi menjadikan banyak hal yang tidak perlu menjadi konsumsi publik kehilangan ranah privasinya.
Di media sosial, setiap orang yang mengutarakan pandangan dan ekspresinya bisa saja tampil sebagai ulama, mufti, dan memberi label-label tertentu kepada siapapun yang dianggap berbeda. Ditambah lagi keberadaan akun-akun misterius dengan berbagai nama-nama tertentu cukup banyak bertebaran di media sosial tanpa menunjukkan identitas yang sebenarnya.
Perang fatwa bermodal copy paste menjadi hal yang sangat mudah ditemukan di media sosial manapun. Warga persyarikatan yang mungkin belum siap akan hal ini bisa saja merasa dan beranggapan bahwa Muhammadiyah seolah “kurang Islami” seperti yang ditemukan di beberapa unggahan media sosial dari akun-akun misterius yang ditemuinya.
Media sosial menjadi pasar ideologi bebas yang menawarkan berbagai pemikiran yang bisa diambil tanpa filter oleh siapapun tanpa melibatkan akal sehat dan hati nurani. Sehingga mudah terjadi “cuci otak” besar-besaran karena informasi-informasi tersebut lebih banyak datang secara satu arah, dan diterima tanpa kesadaran dan logika serta analisa kritis.
Lantas, bagaimana menyikapi perdebatan agama, politik dan semisalnya di media sosial dengan bijak, terkhusus bagi warga Muhammadiyah ?
Saran Tindakan Bijak
Pertama, Gunakan Media Sosial Secukupnya
Media sosial sangat baik untuk bersilaturrahmi dan berbagi wawasan dan informasi. Sisi-sisi yang bisa dimanfaatkan untuk mempererat tali persaudaraan perlu digunakan dengan baik. Perdebatan yang membuang waktu, pikiran dan energi tidak perlu diikuti apalagi terlibat berlarut-larut di dalamnya.
Kedua, Berhenti Mengikuti Provokasi Debat
Berhenti mengikuti perdebatan di akun atau grup media sosial tertentu adalah salah satu jalan menjadikan hidup lebih tenang. Mengikuti perdebatan apapun itu tidak menunjukkan kepedulian pada Islam atau semisalnya. Justru seorang muslim yang benar adalah yang meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.
Ketiga, Fokus Pada Dunia Nyata
Masih sangat banyak hal yang lebih penting dilakukan di dunia nyata. Sekolah, kuliah, kerja, organisasi, amal sosial, hingga kebersihan lingkungan jauh lebih penting dan perlu mendapat perhatian. Manfaat yang muncul dari kepedulian dan fokus pada tugas yang semestinya di dunia nyata jauh lebih banyak dan jelas daripada mengikuti perdebatan di media sosial.
Keempat, Konsultasi Pada yang Ahli
Di media sosial akan ditemukan banyak hal yang aneh, janggal, meragukan dan memberikan berbagai kesan. Apalagi jika hal-hal itu berkaitan dengan sikap atau keputusan persyarikatan. Setiap orang akan memberikan sikap dan komentar sesuai perspektif masing-masing. Sedangkan kader muda (secara khusus) bisa saja menerimanya tanpa filter yang kritis dan menimbulkan keraguan dan semisalnya.
Semua informasi itu bisa dikonsultasikan kepada mereka yang ahli di bidangnya, para tokoh, pengurus dan majelis serta lembaga bisa memberikan penjelasan yang lebih tepat daripada apa yang ditemukan di media sosial dari akun-akun yang tidak dikenal. Muhammadiyah sendiri memiliki website yang sering mengunggah informasi-informasi penting berkaitan dengan persyarikatan.