Galur, Kulon Progo – Suasana berbeda terasa di SD Muhammadiyah Trayu pada Rabu pagi itu. Anak-anak berseragam putih merah tampak antusias memainkan peran baru: bukan lagi sebagai murid, melainkan sebagai seorang apotekar. Mereka belajar meracik obat, mengenali jenis-jenisnya, hingga memilah jajanan sehat dan tidak sehat. Kegiatan ini merupakan bagian dari program “Apotekar Cilik”, sebuah inisiatif edukasi yang diorkestrai oleh mahasiswi Program Studi Farmasi Universitas Islam Indonesia (UII).
Program ini bertujuan memperkenalkan profesi apoteker kepada anak-anak sejak usia dini. Nadia, salah satu mahasiswa pelaksana kegiatan, menuturkan bahwa masih banyak masyarakat—terutama anak-anak—yang menganggap apoteker hanya sebatas orang yang menjual obat di apotek. “Padahal tugas apoteker lebih luas, mulai dari memastikan keamanan obat, menjelaskan cara penggunaan, sampai memberikan edukasi tentang kesehatan,” jelasnya.
Menurut Nadia, memperkenalkan profesi apoteker sejak bangku sekolah dasar penting untuk membuka wawasan anak-anak. “Kalau dari kecil sudah tahu, mereka bisa menghargai peran apoteker, bahkan kelak ada yang tertarik melanjutkan studi di bidang farmasi,” tambahnya.
Dalam kegiatan Apotekar Cilik ini, terdapat tiga materi utama. Pertama, pengenalan profesi apoteker beserta pengetahuan umum tentang obat. Anak-anak diajak memahami berbagai golongan obat seperti obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotik, dan jamu. “Ini pengetahuan umum yang seharusnya diketahui sejak dini, misalnya obat bebas boleh dibeli tanpa resep, sementara obat keras harus dengan resep dokter. Jadi mereka tahu mana yang bisa digunakan secara mandiri dan mana yang berbahaya jika sembarangan,” jelas Nadia.
Materi kedua adalah edukasi tentang jajanan sehat. Berdasarkan hasil observasi, banyak siswa SD yang belum bisa membedakan makanan sehat dan tidak sehat. Karena itu, mahasiswa farmasi UII menilai penting untuk memberi pemahaman sejak awal. “Kan mereka masih anak-anak, jadi kami ingin menumbuhkan kesadaran agar bisa memilih jajanan yang baik untuk kesehatan,” lanjut Nadia.
Materi terakhir adalah roleplay atau bermain peran. Anak-anak diberikan kesempatan untuk mempraktikkan langsung aktivitas sederhana seorang apoteker, seperti menggerus obat, mencampurnya, dan memasukkannya ke dalam kapsul. Dengan cara ini, mereka tidak hanya belajar teori, tetapi juga merasakan pengalaman nyata menjadi apoteker.
Kepala SD Muhammadiyah Trayu, Muhammad Fathurrohman, menyambut baik program yang diinisiasi oleh mahasiswi Farmasi UII ini. Ia menilai kegiatan tersebut sangat bermanfaat untuk menanamkan pengetahuan dasar sekaligus memperluas wawasan siswa.
“Harapan saya, sejak SD anak-anak sudah mulai dilatih dan dikenalkan profesi apoteker serta dasar-dasar farmasi. Ke depan, ketika mereka sudah di jenjang lebih tinggi, bisa lebih serius mendalami bidang ini. Bahkan kalau di SMA sudah memilih jurusan, mereka yang berbakat bisa diarahkan ke farmasi,” ujarnya.
Menurut Fathurrohman, program seperti ini juga dapat membantu sekolah dalam memberikan variasi pembelajaran. Siswa tidak hanya belajar dari buku teks, tetapi juga mendapat pengalaman langsung melalui praktik. “Kegiatan ini membuat anak-anak lebih semangat karena mereka merasa terlibat, bukan sekadar mendengar ceramah. Jadi ada aspek learning by doing yang kuat,” tambahnya.
Anak-anak tampak gembira saat mencoba peran baru mereka. Dengan wajah penuh rasa ingin tahu, mereka menggiling tablet, memasukkan bubuk obat ke kapsul, lalu menutupnya dengan hati-hati. Bagi mereka, pengalaman ini bukan hanya menyenangkan, tetapi juga membuka cakrawala baru tentang dunia kesehatan.
Selain itu, ketika diperlihatkan gambar-gambar jajanan sehai dan tidak sehat, para siswa pun aktif menebak dan berdiskusi. Ada yang menyebutkan permen, gorengan, dan minuman berwarna sebagai jajanan tidak sehat, sementara buah, susu, dan makanan bergizi tinggi disebut sebagai pilihan yang lebih baik. Dari sini terlihat bahwa metode penyampaian yang interaktif mampu membuat mereka cepat memahami materi.
Bagi mahasiswa Farmasi UII, kegiatan ini menjadi bentuk nyata pengabdian kepada masyarakat. Mereka tidak hanya belajar teori di kampus, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan nyata untuk memberi dampak positif.
“Yang paling penting, anak-anak jadi tahu apoteker bukan cuma jual obat. Mereka juga paham bahwa menjaga kesehatan itu penting, baik dari cara minum obat maupun memilih makanan yang dikonsumsi,” pungkas Nadia.
Kontributor: Ali Muthahari, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Indonesia. Aktif menulis dan melakukan penelitian di bidang pendidikan dan keislaman