Dapatkan berita terbaru Cabang Ranting dan Masjid Muhammadiyah di WhatsApp

Q
Logo Lpcr New

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

Kantor Jogja

Jalan KH. Ahmad Dahlan
No. 103 Yogyakarta 55262

Hubungi Kami

(0274) – 375025
0857 2963 8181 (WA)

LPCR.OR.ID – PURWOKERTO, Dalam setiap kegiatan LPCRPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menjadi kebiasaan untuk menugaskan anggotanya memberikan kultum setelah salat berjamaah di masjid tempat acara diselenggarakan. Secara bergantian, anggota LPCRPM dijadwalkan untuk memberikan kultum, terutama pada kuliah subuh.

Pada kegiatan Rapat Kerja Pimpinan (Rakerpim) dan Forum Group Discussion (FGD) LPCRPM tahun 2025 di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, beberapa anggota juga ditugaskan untuk memberikan kuliah subuh singkat sebelum melanjutkan dengan kegiatan olahraga bersama.

Hari ini, 4 Januari 2025, giliran Dr. Nurgiyatna, anggota bidang kemasjidan LPCRPM sekaligus Dekan Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta yang menyampaikan kajian subuh.

Mengaitkan dengan keahliannya, Nurgiyatna berbicara tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan menjalankan ajarannya sebagai tameng serta penguat karakter agar tidak mudah terkikis oleh dampak negatif era digital.

Menurut Nurgiyatna, kemajuan teknologi digital berdampak signifikan pada perilaku dan karakter remaja serta anak muda saat ini.

Pertama, banyak remaja dan pengguna digital menjadi kurang disiplin dan fokus. “Jika tertinggal dompet mungkin biasa saja, tetapi jika tertinggal HP, kebanyakan orang akan gelisah. Pada kondisi apapun, kita cenderung membuka HP tanpa mempertimbangkan urgensinya,” ujar Nurgiyatna.

Kedua, meningkatnya sifat individualisme dan berkurangnya empati. Pengguna gadget umumnya asyik dengan dirinya sendiri, seringkali mengabaikan dunia nyata di sekitar mereka.

Ketiga, konsumsi berlebih. Gadget menghadirkan banyak godaan menarik sehingga meningkatkan konsumsi pengguna, tidak hanya karena daya tariknya tapi juga karena akses yang mudah.

Keempat, tren negatif mudah diikuti. Apapun yang viral, entah baik atau buruk, cenderung diikuti. Di dunia nyata, ‘subscribe’ berarti mengidolakan, namun remaja terkadang mengidolakan tanpa pertimbangan.

Kelima, ketidaksabaran meningkat karena budaya instan yang disebabkan oleh teknologi digital.

Untuk mengatasi lima dampak negatif tersebut, Nurgiyatna menegaskan bahwa Islam memiliki cara yang efektif. Misalnya, karakter disiplin dan fokus dapat dibangun melalui salat berjamaah, yang mengajarkan disiplin waktu dan melatih kekhusyukan.

Sifat individualistik dapat dieliminasi dengan menggiatkan remaja dalam kegiatan sedekah dan silaturahmi. Untuk mengatasi sifat konsumtif, Nurgiyatna menyebutkan bahwa hidup hemat dan sederhana adalah anjuran agama.

Terkait tren viral, Nurgiyatna mengingatkan pentingnya memilih teman dan lingkungan yang baik, sebagaimana diajarkan untuk mendekati orang-orang saleh dan berilmu.

Terakhir, mengenai ketidaksabaran, Nurgiyatna menegaskan pentingnya shalat, yang memiliki hubungan erat dengan pengembangan budaya sabar. Bahkan semua perintah dan larangan Allah memerlukan kesabaran.

“Islam adalah agama yang lengkap; tinggal kita yang harus mengamalkannya. Dengan mengamalkan ajaran Islam dengan baik, dampak negatif era digital, insyaallah, dapat diminimalisir dengan baik,” tutup Nurgiyatna. (gsh)

l