Yogyakarta, 25 September 2025 – Seri diskusi inspiratif SECARA Nasyiah DIY kembali hadir dengan episode kelima yang menghadirkan narasumber istimewa, Dr. Diyah Puspitarini, M.Pd., Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan mantan Ketua Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah. Dalam sesi ini, Dr. Diyah mengupas tuntas berbagai isu sosial yang tengah dihadapi perempuan dan anak-anak di Indonesia, sekaligus menegaskan pentingnya penguatan keluarga muda melalui “10 Pilar Keluarga Muda Tangguh” (KMTNA).
Isu Sosial dan Relevansi Keluarga Muda Tangguh
Diskusi dibuka oleh moderator Yunda Salma dari PDNA Kota Yogyakarta, yang mengajak peserta merenungkan posisi perempuan dan anak-anak yang kerap menjadi kelompok paling rentan terhadap diskriminasi, kekerasan, dan marginalisasi. Dr. Diyah mengawali paparannya dengan mengingatkan peserta pada pilar ke-8 KMTNA, yaitu kesetaraan akses. Menurutnya, pilar-pilar ini bukan sekadar slogan, tetapi pondasi filosofis untuk membentuk keluarga yang beradab dan berdaya.
“Kesetaraan akses menjadi kunci untuk memastikan perempuan dan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung, aman, dan adil,” tegas Dr. Diyah.
Anak dan Perempuan dalam Konteks Global
Dalam bagian berikutnya, Dr. Diyah memaparkan data demografis yang menunjukkan bahwa lebih dari separuh populasi Indonesia terdiri dari anak-anak, generasi milenial, dan Gen Z. Ia menyoroti bagaimana arus globalisasi dan ekonomi dunia seringkali menempatkan kelompok ini sebagai sasaran bisnis, bukan sebagai subjek pembangunan. Menurutnya, perempuan muda di Muhammadiyah perlu memiliki kesadaran global, memahami bahwa persoalan lokal seperti kemiskinan, kekerasan, atau ketidakadilan gender merupakan bagian dari tantangan global yang saling terhubung.
“Kita tidak bisa melihat masalah perempuan dan anak-anak hanya dari kacamata domestik. Ini adalah persoalan global, dan perempuan muda Muhammadiyah punya peran strategis untuk menjadi bagian dari solusinya,” ujarnya.
Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak
Dr. Diyah menegaskan kembali prinsip Islam bahwa laki-laki dan perempuan setara di hadapan Allah. Ia juga menjelaskan bahwa istilah “perempuan” kini lebih berdaya dibanding “wanita”, karena mencerminkan eksistensi dan kemampuan untuk memberi peran sosial. Ia kemudian menguraikan kerangka hukum nasional dan internasional terkait perlindungan perempuan dan anak, termasuk konvensi global seperti CEDAW, Konvensi Hak Anak, dan komitmen terhadap Sustainable Development Goals (SDGs). Meski kemajuan signifikan telah dicapai, masih banyak tabu sosial yang membatasi ruang perempuan, termasuk stigma terhadap janda, kekerasan dalam rumah tangga, dan kurangnya keterbukaan membicarakan isu gender di ruang publik.
Tantangan Sosial yang Mendesak
Berbagai permasalahan yang diangkat mencakup kasus kekerasan seksual, termasuk yang terjadi di lingkungan kampus, minimnya representasi politik perempuan, kemiskinan ekstrem, serta perdagangan manusia yang kian meningkat. Dr. Diyah menyoroti bahwa perempuan sering menjadi korban ganda baik secara hukum maupun sosial ketika berupaya mencari keadilan.
“Kita butuh ruang aman, sistem hukum yang berpihak, dan solidaritas sosial agar perempuan dan anak-anak tidak terus menjadi korban dalam lingkaran kekerasan,” paparnya.
Selain itu, ia menyoroti persoalan perkawinan anak, tantangan ekonomi perempuan pekerja, dan kurangnya akses terhadap layanan perlindungan anak di tingkat lokal. Dalam konteks ini, penting adanya langkah rehabilitasi, pemberdayaan sosial, serta reintegrasi bagi korban kekerasan agar dapat kembali berdaya di masyarakat.
Membangun Kesadaran dan Aksi Kolektif
Menutup sesi, Dr. Diyah menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif dan sistem yang ramah anak. Di sekolah, misalnya, ia mendorong penghapusan relasi tidak setara antar siswa dan menciptakan lingkungan belajar yang aman serta menyenangkan. Moderator menutup acara dengan ucapan terima kasih kepada Dr. Diyah atas kontribusi dan inspirasinya, serta kepada seluruh peserta yang telah aktif berdiskusi.
“Semoga wawasan dari sesi ini dapat memperkuat komitmen kita sebagai kader Nasyiatul Aisyiyah untuk terus berjuang demi perlindungan, kesetaraan, dan ketangguhan keluarga,” ujar moderator.
Simak SECARA Episode 5 di sini: