Refleksi Sepekan Mengikuti Kegiatan Cabang Ranting Masjid Award VI
Oleh Sofriyanto (Anggota LPCRPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
LPCR.OR.ID – Selama satu minggu dari tanggal 11–17 November 2025 penulis berada di Banjarmasin Kalimantan Selatan dalam rangka mengikuti rangkaian kegiatan Cabang Ranting Masjid (CRM) Award VI yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCRPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Rangkaian dan pengendalian kegiatan yang diikuti lebih dari 500an aktifis cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah dari seluruh Indonesia tersebut (termasuk utusan wilayah dan daerah) dipusatkan di Masjid Al-Jihad Banjarmasin.
Penulis sudah pernah tiga kali sebelumnya mengunjungi Kota Banjarmasin dan setiap kali akan berkunjung ke Banjarmasin yang terbayang, selain ikan patin bakar, tentu adalah Masjid Al-Jihad. Setiap berada di Banjarmasin penulis selalu merasakan sebuah pengalaman spiritual yang tidak biasa. Setiap hari, lima waktu penulis berusaha untuk tidak kehilangan kesempatan menjalankan salat berjamaah di masjid Al-Jihad. Seperti yang penulis rasakan dalam kunjungan sebelumnya, suasana ibadah di Masjid Al-Jihad selalu menghadirkan nuansa yang sangat mirip dengan apa yang pernah penulis rasakan di Masjid Nabawi, Madinah, sebuah pengalaman yang sulit dilupakan dan layak untuk dibagikan. Kesan serupa tentang nuansa ibadah di Masjid Al-Jihad disampaikan oleh Pembicara Kajian Magrib Masjid Al-Jihad, Dr. H. Ibnu Hasan, M.Ag., Anggota LPCRPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari Banyumas Jawa Tengah.
Kemegahan yang Menghadirkan Kekhidmatan
Masjid Al-Jihad memang tidak seluas Masjid Nabawi, namun untuk ukuran masjid yang berada di perkotaan, bangunannya tergolong besar, megah, anggun, dan sangat representatif. Ramai dan padatnya jamaah pada setiap waktu salat tidak mengurangi kekhusyukan beribadah, justru menambah energi kolektif yang menenteramkan hati. Seperti halnya di Masjid Nabawi, jamaah salat lima waktu di Masjid Al-Jihad selalu memadati saf hingga ke bagian luar yaitu area parkir, bahkan saat salat Jumat sampai ke jalan di sekitar Masjid Al-Jihad, namun demikian suasananya tetap teratur dan penuh adab.
Kualitas Audio yang Menghidupkan Suasana
Menurut penulis, salah satu aspek yang paling khas dari Masjid Nabawi adalah kejernihan suara imam dan muazin melalui sistem audio (pengeras suara) yang menggema lembut namun tegas dan khas. Menariknya, Masjid Al-Jihad dapat menghadirkan kualitas suara yang tidak kalah dengan Masjid Nabawi: jernih, bersih, dan nyaman di telinga. Sistem audio yang tertata profesional di Masjid Al-Jihad membuat setiap takbir, bacaan ayat, hingga salam penutup terasa sangat hidup dan mendalam.
Bacaan Imam Muda yang Tartil, Merdu, dan Menyentuh
Di Masjid Nabawi, siapa pun yang pernah beribadah di sana pasti selalu mengingat keindahan bacaan imam dan muazinnya. Di Masjid Al-Jihad, suasana itu seakan hadir melalui para imam dan muazin muda yang memimpin salat dengan bacaan Al-Qur’an yang tartil dan merdu. Setiap pergantian imam tetap sangat terlihat menghadirkan standar kualitas bacaan yang sama baiknya, sebuah tanda bahwa ada proses seleksi dan pembinaan yang kuat di baliknya. Kemerduan dan keindahan bacaan imam dan muazin yang didukung kualitas audio merupakan daya tarik jamaah dan pendukung kekhusukan dalam ibadah salat.
Kehidupan Jamaah yang Dinamis
Masjid yang hidup adalah masjid yang diisi oleh jamaah dengan segala dinamika dan kesehariannya. Di Masjid Nabawi, selepas salat fardu hampir selalu ada pelaksanaan salat jenazah. Di Masjid Al-Jihad, fenomena salat jenazah sangat sering ditemui setelah pelaksanaan salat fardu, dalam satu kali salat jenazah bahkan tidak hanya utuk 1–2 jenasah tetapi lebih, tidak hanya hanya untuk jenasah dewasa atau tua tetapi temasuk jenasah anak-anak. Menurut Ketua Takmir Masjid Al-Jihad, H. Taufik Hidayat, Masjid Al-Jihad tidak hanya menyelenggarakan salat jenasah saja tetapi sekaligus melayani penjemputan jenasah yang lokasinya jauh dari Masjid Al-Jihad sekalipun. Tim Masjid Al-Jihad juga siap dalam proses pelayanan memandikan jenasah dan memakamkan jenasah. Semua layanan jenasah tersebut diberikan oleh Masjid Al-Jihad secara terbuka untuk semua kalangan masyarakat baik yang mampu maupun yang tidak mampu membiayai. Untuk warga yang tidak mampu secara biaya maka akan dibantu oleh Masjid Al-Jihad. Meski tidak selalu terjadi di Masjid Al-Jihad, suasana masjid yang terus bergerak, termasuk hal-hal sederhana seperti suara batuk jamaah yang bergantian terdengar dari berbagai sudut (seperti echo) yang menggema saut menyaut terutama saat salat subuh sebagaiman hal itu juga terjadi di Masjid Nabawi, menjadi tanda bahwa masjid Al-Jihad ini benar-benar dihidupkan oleh umatnya, bukan sekadar oleh bangunan monumental.
Ruang Pembinaan Generasi Muda
Satu hal yang sangat membanggakan menurut penulis adalah keterlibatan generasi muda. Banyak anak muda yang menjadi imam, muazin, atau berperan bidang lainnya yang menjadi bagian dari kegiatan masjid. Generasi muda ini tidak hanya mengisi jadwal, tetapi tampil dengan kualitas bacaan yang baik. Ini menunjukkan bahwa Masjid Al-Jihad telah menjadi wadah pembinaan generasi muda yang efektif dan berkesinambungan, sebuah ciri khas masjid yang visioner. Menurut salah satu aktifis Masjid Al-Jihad, Gusti Boy, menyatakan bahwa Takmir Al-Jihad sangat akomodatif, terbuka, dan memberi ruang ekspresi bagi generasi muda untuk mengembangkan bakat dan potensinya melalui Masjid Al-Jihad.
Sebuah Pengalaman yang Layak Disyukuri
Menghabiskan sepekan di Banjarmasin dan tentu di Masjid Al-Jihad bukan hanya tentang menghadiri atau mengikuti sesi kegiatan CRM Award VI LPCRPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tetapi juga merasakan pengalaman spiritual yang sangat berharga di Masjid Al-Jihad. Ada suasana tenang, nyaman, dan khusyuk yang mengingatkan penulis pada Masjid Nabawi di Madinah. Perpaduan kemegahan bangunan, kualitas ibadah, serta dinamika jamaah menjadikan masjid Al-Jihad ini salah satu masjid perkotaan yang memiliki ruh istimewa yang akan menyisakan rasa rindu bagi jamaah yang harus kembali meninggalkan Banjarmasin sebagaimana jamaah haji/umrah yang rindu Masjid Nabawi setelah meninggalkan Madinah.
Namun perlu penulis sampaikan juga dari pengalaman mengunjungi Banjarmasin bahwa selain Masjid Al-Jihad masih banyak masjid Muhammadiyah lainnya di Banjarmasin khususnya dan di Kalimantan Selatan umumnya yang memiliki kekuatan jamaah dan kualitas pelaksanaan ibadah yang bagus. Semoga suasana keberkahan yang telah terbentuk di Masjid Al-Jihad dan masjid lainnya dapat terus dijaga, dirawat, dan dikembangkan sehingga menjadi masjid yang dikelola secara profesional sebagai pusat ibadah, dakwah, pembinaan umat, serta menjadi masjid yang ramah jamaah dan bernuansa ruhani yang kuat sekaligus menjadi teladan bagi masjid-masjid Muhammadiyah lain di Indonesia.
Bantul, 18 November 2025
