Yogyakarta, 23 Juli 2025 — Dalam era di mana dunia digital bergerak begitu cepat, regenerasi kader menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi organisasi perempuan muda Muhammadiyah. Melalui SECARA Nasyiah DIY Episode 3 yang diselenggarakan secara daring pada 23 Juli 2025, tema “Strategi Kaderisasi Cabang dan Ranting: Tumbuh Bersama, Bergerak Berkelanjutan” menjadi ruang refleksi dan pembelajaran bagi kader Nasyiatul Aisyiyah (NA) di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta.
Acara ini menghadirkan Nunung Damayanti, S.IP, Ketua Bidang Kader Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah periode 2022–2026, yang telah berkiprah dalam berbagai jenjang kepemimpinan sejak tahun 2000. Di bawah panduannya, diskusi ini menelusuri arah baru kaderisasi yang berakar pada nilai Islam dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Regenerasi: Jalan Sunyi Gerakan Dakwah
Dalam paparannya, Nunung membuka sesi dengan kejujuran: “Topik kaderisasi memang bukan tema populer, tapi justru di sanalah ruh organisasi hidup.” Ia menyebut proses regenerasi sebagai “jalan sunyi gerakan dakwah”, di mana keberlanjutan organisasi hanya dapat terjaga bila ada kesadaran untuk terus melahirkan kader baru.
Mengutip QS. Ali Imran ayat 110, ia menegaskan kembali identitas kader Nasyiah sebagai “ummatan khaira ummah” umat terbaik yang menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. “Kaderisasi bukan sekadar regenerasi jabatan,” ungkapnya, “tapi pembentukan perempuan berjiwa dakwah yang tangguh, peduli, dan berdaya.”
Dari Anggota ke Pemimpin: Tahapan dalam SPNA
Nunung menjelaskan bahwa proses kaderisasi dalam Nasyiatul Aisyiyah telah digariskan dalam Sistem Perkaderan Nasyiatul Aisyiyah (SPNA), yang membentuk perjalanan dari calon anggota, menjadi anggota aktif, hingga kader pemimpin. Namun ia juga mengajak peserta untuk merefleksikan kembali efektivitas metode lama seperti pengajian, outbound, atau rekrutmen terbuka agar bisa disesuaikan dengan konteks generasi saat ini yang serba digital dan cepat berubah.
“Anak muda hari ini tidak bisa hanya diajak dengan teks, mereka perlu ruang praktik, diberi tanggung jawab, diberi kepercayaan,” katanya. “Biarkan mereka belajar dari pengalaman, dari keberanian, bahkan dari kesalahan kecil.”
Delegasi dan Kepercayaan: Inti dari Regenerasi
Salah satu pesan kuat yang disampaikan Nunung adalah pentingnya mendelegasikan tanggung jawab kepada kader muda sejak awal. Ia membagikan kisah pribadinya saat dipercaya menjadi dirigen dalam pengajian remaja masjid. “Waktu itu saya gugup, tapi tanggung jawab itu membuat saya belajar banyak hal tentang disiplin, komunikasi, dan keberanian tampil,” kenangnya. Menurutnya, pengalaman nyata seperti itulah yang menumbuhkan kepercayaan diri dan kepemimpinan sejati. Ia menegaskan bahwa kaderisasi yang efektif bukan hanya pelatihan formal, tetapi juga proses pendampingan yang memberi ruang kader untuk berbuat dan bertumbuh.
“Jangan hanya minta tolong kader untuk hadir. Tugaskan mereka. Libatkan mereka. Percayakan peran nyata pada mereka.”
Sumber Regenerasi: Dari Keluarga hingga Profesional
Dalam sesi diskusi, Nunung menguraikan berbagai sumber kader potensial: amal usaha Muhammadiyah, masjid, masyarakat umum, keluarga, hingga komunitas profesional. Ia menyoroti pentingnya regenerasi berbasis keluarga, mendorong kader untuk melibatkan anak dan pasangan dalam kegiatan Nasyiah serta mendaftarkan mereka ke sekolah Muhammadiyah agar nilai organisasi tertanam sejak dini.
Disisi lain, ia juga mengakui bahwa integrasi profesional ke dalam struktur NA seringkali menemui tantangan birokrasi. “Tapi jangan ragu merekrut kader profesional. Kita butuh sinergi lintas bidang agar organisasi semakin adaptif,” ujarnya.
Adaptasi di Era Digital dan Tantangan Perkotaan
Nunung menyoroti perubahan besar yang dihadapi organisasi di era digital dan masyarakat perkotaan. Generasi milenial, Gen Z, bahkan Alpha memiliki karakteristik yang berbeda cepat, terbuka, dan haus makna. “Kita perlu pendekatan baru,” katanya, “mungkin lewat media sosial, kegiatan kreatif, atau bahkan podcast dan konten digital di masjid.” Dalam sesi tanya jawab, peserta dari Sleman berbagi tantangan perekrutan di wilayah perkotaan yang padat dan multikultural. Nunung menanggapi dengan menekankan perlunya strategi inovatif:
“Mulailah dari hal yang dekat arisan, komunitas gym, kelompok hobi, atau kegiatan sosial. Di sanalah kader potensial sering tersembunyi.”
Kolaborasi: Kunci Kaderisasi Berkelanjutan
Sesi ini juga menghadirkan perwakilan dari Dinas Kesehatan dan Lingkungan Hidup Kulon Progo, yang berbagi praktik baik kolaborasi antara NA dan lembaga pemerintah dalam meningkatkan kesadaran stunting dan kesehatan masyarakat pegunungan. Kolaborasi lintas sektor ini, kata Nunung, menjadi contoh nyata bagaimana kaderisasi bisa hidup di tengah masyarakat.
“Kita tidak bisa tumbuh sendirian,” ujar Nunung. “Kaderisasi harus menjadi gerakan kolektif lintas bidang sosial, kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi agar keberlanjutan organisasi terjaga.”
Kader Lebih Baik dari Pendahulunya
Menutup sesi, Nunung mengingatkan bahwa ukuran keberhasilan kaderisasi bukanlah seberapa banyak kegiatan dilakukan, melainkan apakah kader baru mampu melampaui pendahulunya. “Regenerasi berhasil ketika penerus lebih baik dari kita,” tegasnya. Ia juga mengajak setiap pimpinan di semua tingkatan untuk aktif mendelegasikan tugas menghadiri undangan, memimpin rapat, atau mengelola program sebagai bagian dari proses regenerasi yang nyata. Moderator kemudian menegaskan pentingnya struktur kaderisasi berbentuk piramida di mana basis organisasi kuat dan luas, menopang lapisan kepemimpinan yang semakin matang dan profesional.
Meneguhkan Gerakan Kader Perempuan Muda
Episode ketiga SECARA Nasyiah DIY ini menegaskan bahwa kaderisasi bukan sekadar regenerasi administratif, tetapi sebuah gerakan pendidikan berkelanjutan untuk melahirkan perempuan muda yang tangguh, kritis, dan berdaya saing. Dengan semangat tumbuh bersama dan bergerak berkelanjutan, Nasyiatul Aisyiyah DIY terus menyiapkan generasi penerus yang siap melanjutkan dakwah Islam berkemajuan di era modern.
Simak SECARA Episode 3 di sini: